Skip to main content

Tax Opinion: Digital Marketing, Kena Pajak ?



Apa itu Digital Marketing ?

Digital Marketing merupakan kegiatan melakukan pemasaran berbasis digital, dan mengandalkan Information & Technology


Apa saja itu digital marketing ?

Di zaman serba modern ini, terutama sejak pandemi menyebar ke seluruh dunia, saat ini kita semua telah beralih ke IoT (Internet of Things), termasuk dalam hal pemasaran. Semakin hari semakin banyak cara-cara untuk menjangkau pelanggan lebih luas menggunakan pendekatan pemasaran berbasis digital (digital marketing), antara lain: Search Engine Optimization, Website, Social Media Marketing, Online Advertising, Email Marketing, Video Marketing, dan masih banyak lagi


Pentingkah Digital Marketing ?

Tentu saja penting. Era serba IoT dan pandemi ini telah benar2 membuat semua serba digital. Oleh karena itu sebagai pengusaha, kita harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, di mana kalau dahulu untuk beriklan, kita harus memasang billboard di pinggir jalan besar ataupun memasang iklan di surat kabar, kini telah berevolusi, menjadi media serba digital. Apabali kita tidak beradaptasi, maka tentunya kita akan tergerus dengan sendirinya oleh zaman.


Aspek Perpajakan Digital Marketing

Pajak lagi, Pajak lagi. Masa semua 'dipajakin' ? Eits tenang dulu, semua itu sudah ada ketentuannya lho ya, dan kita lihat dulu apa-apa saja yang terutang Pajak. Mari kita bahas satu per satu dari jenis Pajaknya


1. Pajak Pertambahan Nilai

PPN dalam digital marketing akan terutang saat kita (sebagai pengiklan) melakukan pembayaran atas biaya pengiklanan, biaya pembuatan website, dan biaya2 sejenisnya kepada pihak ketiga. Misalkan, saat beriklan di facebook, maka kita membayarkan biaya iklan tersebut kepada facebook. Saat transaksi itu terjadi, maka telah terjadi penyerahan Jasa Kena Pajak dari Facebook kepada kita, maka disitu terutanglah PPN.

Dari sini terdapat beberapa hal yang perlu kita identifikasi terlebih dahulu, untuk menilai apakh transaksi kita terutang PPN.


Tahap 1, Apakah dalam transaksi kita terdapat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak ? Jika Ya, maka lanjut ke tahap 2. Jika Tidak, maka tidak terutang PPN


Apa saja Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ?

Mari kita lihat Pasal 1 UU PPN

- Barang -> barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

- Barang Kena Pajak -> barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang- Undang ini (UU PPN)

- Jasa -> setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan 

- Jasa Kena Pajak -> jasa yang dikenai Pajak berdasarkan Undang-Undang ini (UU PPN)


Prinsipnya, semua penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak adalah terutang PPN, kecuali barang dan jasa yang dikecualikan dalam Pasal 4A UU PPN


Kembali lagi terkait digital marketing, bahwa biaya atas jasa periklanan yang kita bayarkan kepada facebook, dll tidak dikecualikan dalam Pasal 4A UU PPN, sehingga tergolong sebagai Jasa Kena Pajak



Tahap 2, Kepada siapakah kita membayar fee tersebut ? Apakah mereka merupakan perusahaan di luar negeri atau perusahaan dalam negeri ?

-> Jika itu perusahaan berada di luar negeri, maka kita perlu melihat apakah nama perusahaan mereka terdapat dalam daftar Pemungut PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Apabila iya, maka mereka akan memungut PPN tersebut, dan kemudian akan memberikan bukti pemungutan kepada kita, dan dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN (bagi PKP)


Apabila tidak, maka kita harus melakukan penyetoran PPN atas Jasa Kena Pajak Luar Negeri (JKPLN) atau biasa disebut sebagai VAT Offshore. Mekanisme penyetoran PPN JKPLN ini adalah dengan menggunakan SSP PPN JKPLN (dengan beberapa ketentuan, antara lain mengisi nama & lokasi WP pemberi jasa, mengisi NPWP dengan 0000 dan kode KPP, dlsb). PPN yang kita setorkan jni dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan dalam SPT Masa PPN (bagi PKP).


-> Jika itu perusahaan/orang pribadi di dalam negeri, maka apabila mereka merupakan Pengusaha Kena Pajak, maka transaksi tersebut terutang PPN, dan apabila tidak, maka tidak terutang PPN.


2. PPh Pemotongan Pemungutan

Apabila kita merupakan pemungut PPh (WP Badan dan OP pemungut PPh), maka kita wajib melakukan pemotongan PPh atas pembayaran jasa provider iklan tersebut sesuai dengan ketentuan UU PPh berlaku. 


-> Apabila provider iklan merupakan Orang Pribadi dalam negeri, maka kita akan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh

-> Apabila provider iklan merupakan WP Badan dalam negeri, maka kita akan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan tarif Pasal 23 UU PPh

-> Apabila provider iklan merupakan perusahaan di luar negeri. Maka perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 26 sesuai dengan Tarif PPh Pasal 26 ataupun tarif P3B berlaku


3. Aspek PPh Badan

Tentunya bagi WP Badan, biaya atas pembayaran jasa digital marketing ini merupakan biaya dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, sehingga dapat dibiayakan sesuai ketentuan Pasal 6 UU PPh.


Mungkin itu saja sekilas gambaran aspek perpajakan terhadap jasa digital marketing, jadi tidak semua ya aktifitas digital marketing dikenakan Pajak. Hanya aktifitas digital marketing yang berhubungan dengan pembayaran sesuatu kepada pihak ketiga saja lah (iklan, adsense) yang dapat dikenaikan beberapa Pajak.


Semoga bermanfaat.


Disclaimer:

  • ~ Tax Opinion ini dibuat sepenuhnya mengacu pada ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
  • ~ Tax Opinion yang bersifat penafsiran dari pihak kami tetap berpotensi berbeda dengan penetapan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak.
  • ~ Apabila tersedia data dan informasi lebih lanjut maka Tax Opinion ini akan di revisi seperlunya.
*LHU

Comments

Popular posts from this blog

Edu Series: Membangun Citra & Reputasi Universitas yang Baik

                              Dalam dunia bisnis, branding atau merk akan membuat pelanggan untuk memilih suatu produk. Walaupun mungkin kualitas produk yang satu tidak jauh beda dengan yang lain, tapi produk yang hadir dengan top/high brand maka akan mendominasi pasar. Sejalan dengan itu, pada universitas tingkat dunia pun, calon pelajar lebih memilih universitas dengan image high brand dibandingkan dengan yang kelasnya lebih rendah (lower brand), walupun lagi-lagi program dan course yang ditawarkan adalah sama saja. Sebagai contoh, branding "London Business School" misalnya, mereka dapat menerapkan tuition fees yang lima kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan perguruan lain, walaupun mereka memiliki kurikulum yang serupa. Pada universitas di eropa misalnya, dapat teruji secara statistik (dalam suatu penelitian), dimana tingkat daya tarik tenaga pengajar yang reputable dapat diketahui dari usia institusi tersebut dan style dari gedung kampus tersebut. Perbedaan signifik

Perlukah Ikut Tax Amnesty Jilid II ?

  Perlukah ikut Tax Amnesty Jilid II ? Pemerintah telah menerbitkan kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS) a.k.a. Tax Amnesty Jilid II. Pemerintah mengatur kebijakan ini melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU HPP ini juga telah merubah berbagai ketentuan formil dan materiil dalam peraturan perundang-undangan Perpajakan, mulai dari UU KUP sampai ke UU Cukai, dan salah satunya adalah kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS) ini. Program Tax Amnesty Jilid II ini diluncurkan negara sebagai bentuk meningkatkan voluntary compliance dari WP serta tentunya meningkatkan penerimaan negara. Dimana dapat kita lihat bahwa Indonesia selalu mengalami Defisit APBN dan penopang utama APBN kita adalah penerimaan Perpajakan. Program Tax Amnesty jilid II ini terdiri dari dua kebijakan, yakni Kebijakan I dan Kebijakan II. Kebijakan I diperuntukkan untuk Wajib Pajak yang telah mengikuti program Tax Amnesty Jilid I, namun memiliki harta yang

Perlukah WP yang mendapat SP2DK dan melakukan pembetulan SPT ikut PPS ?

  Halo sobat ITH, kembali lagi di Seri PPS episode ke dua. Seperti telah kami sampaikan di episode pertama, bahwa kali ini penulis akan membahas tentang apakah Wajib Pajak yang mendapat SP2DK dari Kantor Pajak kemudian melakukan pembetulan SPT perlu mengikuti PPS ? Pertama-tama mari kita lihat Pasal 10 ayat (4) UU HPP: Pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2O2O yang disampaikan setelah Undang-Undang ini diundangkan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta, dianggap tidak disampaikan. Ya, dianggap tidak disampaikan. Cukup mengerikan bukan ? Jika kita lihat lagi, apa saja sih penyebab wajib Pajak Orang Pribadi mendapatkan 'surat cinta' dari kantor Pajak. Sangat banyak sekali dan beragam, antara lain, terdapat bukti potong yang kurang dilaporkan, kemudian adanya data AEoI, yakni pertukaran