Skip to main content

Edu Series: Membangun Citra & Reputasi Universitas yang Baik

                             



Dalam dunia bisnis, branding atau merk akan membuat pelanggan untuk memilih suatu produk. Walaupun mungkin kualitas produk yang satu tidak jauh beda dengan yang lain, tapi produk yang hadir dengan top/high brand maka akan mendominasi pasar. Sejalan dengan itu, pada universitas tingkat dunia pun, calon pelajar lebih memilih universitas dengan image high brand dibandingkan dengan yang kelasnya lebih rendah (lower brand), walupun lagi-lagi program dan course yang ditawarkan adalah sama saja.


Sebagai contoh, branding "London Business School" misalnya, mereka dapat menerapkan tuition fees yang lima kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan perguruan lain, walaupun mereka memiliki kurikulum yang serupa. Pada universitas di eropa misalnya, dapat teruji secara statistik (dalam suatu penelitian), dimana tingkat daya tarik tenaga pengajar yang reputable dapat diketahui dari usia institusi tersebut dan style dari gedung kampus tersebut.


Perbedaan signifikan antara universitas dan perusahaan, terdapat pada tujuan. Dimana perusahaan secara umum semata-mata mencari keuntungan, sementara universitas secara umum tidak memiliki aktivitas serupa. Hal ini dikarenakan universitas negeri sangat bergantung kepada pendanaan /anggaran dari negara, sehingga berbagai aktivitas yang akan mereka lakukan/rencanakan harus sesuai dengan kebijakan anggaran negara (state budgeting policy).


Universitas, serupa dengan perusahaan, memiliki beragam departemen yang bisa digunakan untuk merangsang pangsa pasar, sehingga ragam departemen ini merupakan kompetisi reputasi antar universitas. 


Citra dan reputasi suatu universitas tidaklah ditentukan dari lokasi atau usia suatu institusi, akan tetapi kita dapat akui bahwa reputasi tersebut terpengaruh akan keduanya, sebagai contoh, the London School of Economics (LSE) tidak berada di jantung kota London, akan tetapi ketika hal tersebut disandingkan dengan kinerja nyata jangka panjang, menjadikan LSE sebagai suatu institusi yang memiliki reputasi yang luar biasa, serta memiliki citra yang sangat baik di masyarakat, bahwa ia banyak memberikan intellectual contribution (kontribusi intelektual) dalam ide-ide sosial politik.


Pertanyaannya, strategi apa yang harus dijalankan oleh universitas untuk membangun dan mengembangkan citra serta reputasi yang baik ?


Pertama, Public Relation

Public relation mengemban posisi yang sangat penting dalam aktivitas promosi suatu universitas. Strategic dan managerial skills diperlukan untuk menyebarluaskan promosi melalui beragam media, seperti TV, radio, surat kabar, website, dan yang paling berharga, media sosial, seefektif dan seefisen mungkin.


Kedua, Open House

Strategi lain yang dapat diterapkan yakni strategi open house, untuk mengundang media massa, agar mereka dapat menggiring opini untuk membangun citra universitas yang baik. Juga open house ini dapat menarik banyak calon pelajar, agar lebih mengetahui kampus tersebut. Di negara-negara luar, seperti AS dan Inggris, Open house sangatlah umum dan sudah berjalan dari sekian lama, kedepannya Indonesia juga perlu memulai tradisi seperti ini.


Ketiga, Horizontal Branding

Universitas dapat juga memanfaatkan pusat kesenian, teater, taman pengetahuan, dan pusat pertemuan sebagai horizontal branding untuk melakukan promosi aspek non akademik.


Keempat, Visual Image

Strategi berikutnya adalah memodernisasi tampilan bangunan fisik universitas, sehingga universitas tersebut tidak terlihat kuno dan ketinggalan zaman.


Kelima, Attractive Well-Managed Campus

Membangun kesan dengan daya tarik akan kampus yang dikelola dan dijaga dengan baik juga merupakan suatu poin yang dapat digunakan untuk merangsang pihak luar. Sehingga dengan kampus yang dikelola dengan baik, para calon pelajar/dan orang tua akan merasa semakin mantap dan dapat menumbuhkan kebanggan bagi mereka ketika menuntut ilmu di sana.


Keenam, Positive Vibes Staffs

Pegawai universitas yang ramah, suka menolong, memberikan kesan positif, tidak jutek, akan menentukan seberapa pelanggan dalam menilai suatu universitas, selayaknya perusahaan-perusahaan lain.



Ketujuh, Well Maintained Campus. 

Jika pada poin kelima tadi adalah kampus yang dikelola/di-manage dengan baik, kini scope yang lebih rendahnya, di mana physical appearance (bangunan fisik) suatu kampus harus selalu terawat dan terjaga dengan baik. Antara lain, gedung perkuliahan, kantin, laboratorium, area parkir, taman, dan sebagainya.


Kita perlu untuk harus selalu ingat, bahwa universitas dengan reputasi dan citra yang baik di luar akan memberikan pengaruh yang sangat baik bagi pihak internal. Langkah dan kesediaan mengeluarkan uang untuk membangun citra dan reputasi tanpa adanya dukungan yang solid dari berbagai pihak, mungkin dapat memberikan hasil yang tidak efektif dalam jangka panjang, dan dapat membangun skeptisme dan kurangnya kepercayaan diri dalam unsur internal kampus (senat, dosen, tendik), namun universitas yang 'niat' berinvestasi secara masif terkontrol untuk membangun reputasi yang baik di mata publik, dapat menguatkan posisi universitas tersebut, baik internalnya maupun dengan dunia luar.


Artikel ini merupakan penerjemahan dari tulisan Prof. Dedi Purwana, Guru Besar FE UNJ, dalam tulisannya di sini


Sumber : https://academic-life.net 


Disclaimer:

  • Kami hanya melakukan penafsiran & penerjemahan terhadap tulisan penulis, dan memudahkan masyarakat untuk dapat memahami
  • Semua hak cipta akan tulisan ini dimiliki oleh penulis, Prof. Dedi Purwana
  • Tulisan ini sama sekali tidak pernah bermaksud memojokkan/melakun pencemaran terhadap pihak manapun
  • Tulisan ini dibuat sebagai bagian mewujudkan Indonesia Maju.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perlukah Ikut Tax Amnesty Jilid II ?

  Perlukah ikut Tax Amnesty Jilid II ? Pemerintah telah menerbitkan kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS) a.k.a. Tax Amnesty Jilid II. Pemerintah mengatur kebijakan ini melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU HPP ini juga telah merubah berbagai ketentuan formil dan materiil dalam peraturan perundang-undangan Perpajakan, mulai dari UU KUP sampai ke UU Cukai, dan salah satunya adalah kebijakan program pengungkapan sukarela (PPS) ini. Program Tax Amnesty Jilid II ini diluncurkan negara sebagai bentuk meningkatkan voluntary compliance dari WP serta tentunya meningkatkan penerimaan negara. Dimana dapat kita lihat bahwa Indonesia selalu mengalami Defisit APBN dan penopang utama APBN kita adalah penerimaan Perpajakan. Program Tax Amnesty jilid II ini terdiri dari dua kebijakan, yakni Kebijakan I dan Kebijakan II. Kebijakan I diperuntukkan untuk Wajib Pajak yang telah mengikuti program Tax Amnesty Jilid I, namun memiliki harta yang

Perlukah WP yang mendapat SP2DK dan melakukan pembetulan SPT ikut PPS ?

  Halo sobat ITH, kembali lagi di Seri PPS episode ke dua. Seperti telah kami sampaikan di episode pertama, bahwa kali ini penulis akan membahas tentang apakah Wajib Pajak yang mendapat SP2DK dari Kantor Pajak kemudian melakukan pembetulan SPT perlu mengikuti PPS ? Pertama-tama mari kita lihat Pasal 10 ayat (4) UU HPP: Pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2O2O yang disampaikan setelah Undang-Undang ini diundangkan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta, dianggap tidak disampaikan. Ya, dianggap tidak disampaikan. Cukup mengerikan bukan ? Jika kita lihat lagi, apa saja sih penyebab wajib Pajak Orang Pribadi mendapatkan 'surat cinta' dari kantor Pajak. Sangat banyak sekali dan beragam, antara lain, terdapat bukti potong yang kurang dilaporkan, kemudian adanya data AEoI, yakni pertukaran